Cerita Korban Selamat Tsunami di Tanjung Lesung, Mengapung Bersama Gitar Seventeen

Pemandangan dari udara kawasan pemukiman nelayan di Kampung Sumur Pesisir, Pandeglang, Banten, Selasa (24/12).

Jakarta - Gitar cadangan yang berada di atas panggung tempat tampilnya grup band Saventeen di Tanjung Lesung menyelamatkan Akhmad Khowarizmi atau Azmi (10), bocah asal Pasuruan, dari empasan gelombang tsunami di Tanjung Lesung.

Sedianya Azmi bersama adik, ayah, dan ibunya, saat kejadian tsunami Tanjung Lesung itu menghadiri Family Gatering PLN. Mengingat, Ninil Ukhita Anggra Wardani (38), ibunda Azmi, adalah Senior Manajer Aset dan Properti PLN Unit Induk Transmisi Jawa Barat-Banten.

"Saat tsunami menerjang. Keluaraga kecil anak saya berada di bangku penonton bagian depan. Kedua cucu dan menantu saya selamat. Namun, anak saya meninggal," ucap Ashari (64), ayah almarhum Ninil Ukhita Anggra Wardani, setelah prosesi pemakaman di TPU Kalirejo, Bangil, Pasuruan, Senin, 24 Desember 2018 malam.

Cerita lengkap kejadian tsunami itu disampaikan menantunya, Akhmad Diyak Kaukabi (39). Kala gelombang menerjang pada Sabtu malam, 22 Desember 2018 itu, terang Ashari, cucu laki-lakinya selamat karena menggapai gitar cadangan grup band Seventeen.

"Saat tersapu gelombang. Cucu saya menggapai gitar cadangan band yang manggung itu. Lalu menjadikannya pelampung," ucap Kakek Azmi.

Sedangkan cucu putrinya, Farzana Arfa Fahira atau Arfa (7), selamat dari tsunami Tanjung Lesung karena tertimpa karpet panggung. Sehingga, Arfa tidak terseret gelombang yang menyapu acara family gathering itu. "Arfa ditemukan tertutup karpet panggung," katanya.

Ikuti Empasan Ombak


Beda lagi dengan Akhmad Diyak, menantunya. Diyak hanya bisa mengikuti empasan tsunami, kemudian terselamatkan karena tersangkut pohon.

"Namun, anak semata wayang saya meninggal. Almarhumah berhasil ditemukan saat keesokan harinya di sekitaran Tanjung Lesung," ungkap Ashari.

Ashari terus menguatkan kedua cucunya agar tidak terus-terusan sedih karena ditinggal ibunya. Memang tampak saat prosesi pemakaman, air mata Azmi dan Arfa tak kunjung berhenti.

"Saat bersama saya mereka tenang. Namun saat sendiri, kadang mereka menangis. Biasanya mereka selalu memeluk ibunya saat pulang dari berkerja," pungkasnya.

Kepergian Ninil Ukhita Anggra Wardani atau Ninil (38), korban tsunami Selat Sunda, meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya.

Ashari (64), ayah Ninil, pun sebelumnya tak punya firasat apa-apa saat musibah yang menimpa anak semata wayangnya di Tanjung Lesung pada 22 Desember 2018 lalu.

"Tidak ada satu mimpi pun datang. Saat tsunami menerjang keluarga anak saya di Tanjung Lesung," kisah Ashari.

Namun, sejak kepulangan umrah bersama suaminya Akhmad Diyak Kaukabi (39) pada 22 November 2018, Ninil jadi semakin bertambah baik. Dia kerap membelikan sesuatu kepada ayah dan ibunya.

"Seminggu sebelum insiden itu. Saya dibelikan Xiaomi Redmi not 5. Pasword-nya 2212. Saya tak menyangka jika itu adalah pesan terakhir Ninil," ungkap Ashari.

Rasa kehilangan pun dirasakan warga Kalirejo, Kecamatan Bangil, yang merupakan tempat kelahiran Ninil, sekaligus jadi tempat disalatkan dan dimakamkannya almarhumah.

"Bu Ninil ini orangnya dermawan. Tidak sombong dan tidak pandang bulu. Hari raya kemarin. Mestinya saya yang datang ke rumahnya, tapi malah Bu Ninil bersama keluarga yang datang ke rumah saya," jelas Anton Vinata, seorang warga setempat usai prosesi pemakaman jenazah Ninil.

إرسال تعليق

Berikan komentar yang sifatnya membangun agar situs ini semakin berguna bagi masyarakat luas.

- Advertisment -

- Advertisment -