Ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) masih terancam hukuman mati di luar negeri. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) terus berupaya memberikan pendampingan kekonsuleran dan bantuan hukum kepada mereka.
Berdasarkan data terbaru Kemlu, terdapat 157 WNI yang menghadapi ancaman hukuman mati di berbagai negara. Kasus-kasus tersebut berada pada berbagai tahap proses hukum, mulai dari penyidikan hingga putusan berkekuatan hukum tetap.
Kasus Narkotika Dominasi Ancaman Hukuman Mati
Meskipun kasus pembunuhan terhadap majikan di Arab Saudi sering menjadi sorotan, data Kemlu menunjukkan bahwa kasus narkotika justru mendominasi ancaman hukuman mati terhadap WNI di luar negeri. Banyak WNI yang menjadi korban modus titipan barang terlarang.
Mereka seringkali dijadikan kurir tanpa sepengetahuan penuh, baik saat pulang kampung maupun ketika menuju negara tujuan. Oleh karena itu, Kemlu mengimbau agar masyarakat Indonesia berhati-hati dan tidak mudah menerima titipan barang dari siapa pun, terutama dari orang yang tidak dikenal.
Sebaran Kasus dan Negara Terbanyak
Mayoritas kasus ancaman hukuman mati terhadap WNI terkonsentrasi di Malaysia. Negara lain yang juga mencatat jumlah kasus signifikan antara lain Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Laos, dan Vietnam.
Penting untuk meningkatkan kesadaran hukum di kalangan WNI di luar negeri, terutama mengenai hukum narkotika di setiap negara. Sosialisasi dan edukasi yang intensif sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
Kasus Susanti Binti Mahfudz di Arab Saudi
Kemlu juga memberikan pembaruan terkait kasus Susanti Binti Mahfudz yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Tanggal 9 April 2025 bukan merupakan tanggal eksekusi, melainkan tenggat waktu pembayaran diyat (denda).
Kemlu dan KBRI Riyadh sedang berupaya memperpanjang tenggat waktu pembayaran diyat yang diminta keluarga korban sebesar 30 juta riyal (sekitar Rp 120 miliar). Upaya lain yang dilakukan adalah mendorong proses tanazul atau permohonan maaf dari keluarga korban.
Kronologi Kasus Susanti
Susanti didakwa membunuh anak majikannya pada tahun 2009. Berkat pendampingan hukum KBRI Riyadh, hukumannya berubah dari hadd (hukuman mati tanpa ampun) menjadi qisas (hukuman mati dengan opsi pengampunan). Setelah putusan inkrah, proses pemaafan dari keluarga korban pun dibuka.
Proses negosiasi dengan keluarga korban sangat kompleks dan membutuhkan waktu lama. Perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah Indonesia, KBRI Riyadh, dan lembaga pemaafan di Arab Saudi agar Susanti bisa terbebas dari ancaman hukuman mati.
Upaya yang Dilakukan
Selain permohonan perpanjangan tenggat waktu pembayaran diyat dan tanazul, pihak Kemlu dan KBRI Riyadh juga melakukan berbagai pendekatan kepada keluarga korban. Terdapat indikasi positif mengenai perpanjangan tenggat waktu, meskipun bersifat informal.
Pendampingan terhadap Susanti dan keluarganya akan terus dilakukan. Koordinasi dengan lembaga pemaafan di Arab Saudi juga terus ditingkatkan untuk mencari solusi terbaik dalam kasus ini.
Kesimpulan
Permasalahan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri merupakan tantangan yang kompleks dan membutuhkan penanganan yang serius dan berkelanjutan. Selain bantuan hukum dan kekonsuleran, upaya pencegahan melalui edukasi dan peningkatan kesadaran hukum sangat penting untuk mengurangi angka WNI yang terjerat kasus hukum di luar negeri.
Pemerintah Indonesia perlu memperkuat kerjasama dengan negara-negara terkait untuk melindungi hak-hak WNI dan mencari solusi yang adil dan manusiawi dalam setiap kasus.