Ribuan CPNS Mundur: Sistem Rekrutmen ASN Perlu Dievaluasi

oleh

Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap proses rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) menyusul pengunduran diri 1.967 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2024 setelah dinyatakan lulus dan mendapat penempatan. Angka pengunduran diri yang tinggi ini bukan sekadar fenomena biasa, melainkan indikator sistem rekrutmen yang belum mampu memenuhi ekspektasi generasi muda.

Puan menekankan perlunya pendekatan yang lebih strategis dan matang dalam rekrutmen CPNS, mulai dari perencanaan formasi hingga penempatan akhir. Proses rekrutmen yang hanya bersifat administratif harus ditinggalkan. Evaluasi menyeluruh sangat penting untuk mencegah masalah serupa di masa mendatang. Kegagalan dalam hal ini akan berdampak pada kehilangan sumber daya manusia (SDM) berkualitas bagi negara.

Kelemahan Perencanaan dan Ketidaksesuaian Minat

Salah satu faktor penyebab tingginya angka pengunduran diri adalah kelemahan perencanaan dalam rekrutmen CPNS. Terdapat ketidaksesuaian antara minat peserta dan posisi yang ditawarkan. Hal ini menyebabkan negara kehilangan potensi SDM berkualitas yang dibutuhkan untuk memperkuat pelayanan publik. Perbaikan sistem rekrutmen menjadi sangat krusial untuk mengatasi masalah ini.

Rekomendasi Reformasi Sistem Rekrutmen ASN

Puan mendorong Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk melakukan reformasi besar-besaran dalam proses rekrutmen ASN. Reformasi ini harus meliputi beberapa aspek penting.

Transparansi dan Penempatan Berbasis Kompetensi

Transparansi informasi sejak awal seleksi harus diutamakan. Sistem penempatan harus berbasis minat dan kompetensi peserta, bukan semata-mata penugasan administratif. Hal ini akan meningkatkan kepuasan dan retensi CPNS.

Insentif dan Jaminan Karier yang Adil

Pemberian insentif dan jaminan karier yang adil juga sangat penting. Sistem yang adil dan transparan akan menarik minat generasi muda untuk bergabung sebagai ASN. Sistem yang baik akan memberikan rasa aman dan kepastian karier bagi para CPNS.

Pendekatan Manusiawi di Wilayah 3T

Pendekatan yang lebih manusiawi diperlukan, terutama untuk formasi di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Penempatan ASN di daerah-daerah tersebut harus disertai insentif yang layak, peluang pengembangan karier yang adil, dan infrastruktur pendukung untuk menunjang kinerja dan kesejahteraan mereka.

Mengubah Persepsi dan Menarik Generasi Muda

Puan mengingatkan bahwa ketertarikan generasi muda untuk menjadi PNS tidak bisa lagi hanya mengandalkan iming-iming stabilitas dan pensiun. Generasi muda saat ini juga mencari makna dalam pekerjaan, peluang pertumbuhan karier, dan keseimbangan kualitas hidup. Sistem ASN harus bertransformasi menjadi sistem yang adaptif, inklusif, dan responsif terhadap perubahan zaman.

DPR RI, sebagai mitra pemerintah, akan memberikan masukan konstruktif untuk pembenahan manajemen ASN. Isu ini akan menjadi perhatian serius dalam pengawasan dan legislasi ke depan. Birokrasi yang kehilangan regenerasi akan berdampak pada penurunan kualitas pelayanan publik.

Penjelasan Kepala BKN

Kepala BKN, Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan bahwa pengunduran diri ribuan CPNS merupakan konsekuensi dari optimalisasi penerimaan CPNS. Optimalisasi ini dilakukan untuk mengisi formasi kosong yang tidak memiliki pelamar atau tidak terpenuhi saat seleksi awal. Sekitar 16 ribu posisi berhasil terisi melalui skema ini, namun sekitar 1.900 orang mengundurkan diri (sekitar 12%), sehingga tingkat keterisian formasi CPNS mencapai 88%.

Zudan menekankan bahwa tanpa optimalisasi, akan terjadi kekosongan besar dalam formasi ASN. Meskipun terdapat pengunduran diri, optimalisasi tetap dianggap berhasil karena mampu mengisi sebagian besar posisi yang kosong. Perlu evaluasi lebih lanjut untuk memahami alasan di balik pengunduran diri tersebut dan menemukan solusi yang tepat.

Kesimpulan

Permasalahan pengunduran diri CPNS menunjukkan perlunya reformasi menyeluruh dalam sistem rekrutmen ASN. Perbaikan sistem tidak hanya berfokus pada aspek administratif, tetapi juga memperhatikan aspek kesesuaian minat, kompetensi, insentif, dan kesejahteraan ASN, khususnya di daerah 3T. Dengan perbaikan sistem ini, diharapkan dapat menarik SDM terbaik untuk memperkuat pelayanan publik di Indonesia.