Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali meningkat tajam, terutama setelah Presiden AS Donald Trump mengusung kebijakan tarif baru. Reaksi keras dari Beijing pun tak terelakkan, menciptakan ketidakpastian dalam perekonomian global.
Di tengah eskalasi konflik perdagangan ini, Indonesia mengambil pendekatan yang hati-hati dan berimbang. Komitmen pada prinsip perdagangan adil dan multilateral menjadi landasan utama kebijakan Indonesia dalam merespon situasi ini. Pemerintah Indonesia secara tegas menyatakan tidak akan terpancing untuk melakukan tindakan balasan terhadap AS maupun China.
Sikap Indonesia yang Netral dan Berimbang
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan RI, Djatmiko Bris Witjaksono, menekankan pentingnya menjaga stabilitas hubungan perdagangan dengan semua mitra dagang, termasuk AS dan China. Indonesia memilih untuk tetap fokus pada kegiatan perdagangan seperti biasa, tanpa melakukan tindakan balasan yang dapat memperkeruh situasi.
Prioritas utama Indonesia adalah menjunjung tinggi prinsip-prinsip perdagangan multilateral. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia terhadap sistem perdagangan internasional yang berbasis aturan dan kerjasama. Indonesia percaya bahwa penyelesaian sengketa perdagangan harus melalui jalur diplomasi dan negosiasi, bukan konfrontasi.
Sikap Indonesia ini selaras dengan prinsip non-blok yang telah lama dianut. Indonesia berupaya untuk tidak memihak salah satu pihak dalam konflik AS-China, melainkan fokus pada menjaga kepentingan nasionalnya. Strategi ini dianggap efektif untuk melindungi perekonomian Indonesia dari dampak negatif perang dagang.
Respon China terhadap Kebijakan Tarif AS
Pemerintah China sebelumnya telah memberikan peringatan keras kepada negara-negara yang dianggap merugikan kepentingannya dalam negosiasi tarif dengan AS. China secara tegas menolak segala bentuk kesepakatan yang mengorbankan kepentingan nasionalnya.
Sebagai bentuk balasan atas kebijakan tarif AS, China telah memberlakukan tarif tinggi, bahkan hingga 125%, untuk barang-barang impor dari Amerika. Selain itu, China juga membatasi ekspor komoditas strategis seperti mineral langka, sebagai upaya untuk menekan AS.
Langkah-langkah retaliatif China ini menunjukkan keseriusan Beijing dalam mempertahankan kepentingan ekonominya. Hal ini juga menunjukkan bahwa perang dagang AS-China bukan hanya sebatas perselisihan ekonomi, tetapi juga perebutan pengaruh geopolitik.
Strategi Diplomasi China di Asia Tenggara
Presiden China Xi Jinping melakukan kunjungan diplomatik ke beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Kunjungan ini dianggap sebagai upaya China untuk memperkuat hubungan dagang di kawasan ASEAN, khususnya setelah memburuknya hubungan dagang dengan AS.
Xi Jinping dalam kunjungannya menyerukan solidaritas regional dalam menghadapi tekanan ekonomi sepihak dari negara-negara besar. Hal ini menunjukkan bahwa China berusaha untuk membangun aliansi regional sebagai penyeimbang terhadap pengaruh AS.
Meskipun AS tetap menjadi mitra dagang bilateral terbesar China, Asia Tenggara telah menjadi mitra regional terbesarnya. Strategi ini mencerminkan upaya China untuk diversifikasi pasar dan mengurangi ketergantungan pada AS.
Strategi AS dan Dampaknya pada Indonesia
Di sisi lain, AS terus menggalang dukungan dari negara-negara mitra untuk meninjau kembali hubungan dagang mereka dengan China. Upaya ini merupakan bagian dari strategi “tarif resiprokal” yang diusung oleh Presiden Trump.
Strategi AS ini berpotensi berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia, yang memiliki hubungan dagang yang kuat dengan baik AS maupun China. Oleh karena itu, sikap netral dan berimbang yang dianut Indonesia menjadi sangat krusial.
Indonesia perlu terus memantau perkembangan situasi dan secara proaktif menjaga hubungan baik dengan kedua negara tersebut. Diplomasi dan negosiasi menjadi kunci bagi Indonesia untuk memastikan kepentingan ekonominya tetap terlindungi di tengah gejolak geopolitik.
Ke depannya, Indonesia perlu memperkuat daya saing ekonominya agar tidak terlalu rentan terhadap dampak perang dagang AS-China. Diversifikasi pasar dan peningkatan inovasi menjadi hal penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berkelanjutan.