APRI Desak KPK Bongkar Praktik Pungli Ship to Ship Berau: Rp5,04 Triliun Raib

oleh

Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Direktorat Investigasi BPKP untuk mengusut dugaan korupsi dan pungutan liar (pungli) dalam penetapan tarif pengguna jasa kepelabuhan di Terminal Ship to Ship (STS) Perairan Muara Berau dan Muara Jawa, Kalimantan Timur. Dugaan korupsi ini melibatkan PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PT PTB), yang diduga telah meraup keuntungan ilegal hingga USD300 juta (sekitar Rp5,04 triliun).

Keuntungan ilegal tersebut berasal dari pungutan liar sebesar USD 0,8 per metrik ton batu bara sejak Juli 2023. Tarif ini telah dibatalkan melalui putusan PTUN Jakarta No. 377/B/2024/PT.TUN.JKT, tertanggal 18 September 2024. Ketua Umum APRI, Rudi Prianto, menjelaskan bahwa dari tarif USD 1,97 per metrik ton yang dikenakan PT PTB, USD 0,8 masuk ke rekening perusahaan dengan dalih jasa *Floating Crane*, padahal PT PTB tidak memiliki alat tersebut pada saat itu.

Dengan volume ekspor batu bara sekitar 250 juta metrik ton melalui STS Muara Berau selama periode tersebut, potensi kerugian negara yang seharusnya menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai angka fantastis tersebut. Hal ini menunjukkan besarnya potensi kerugian negara akibat praktik ilegal ini. APRI meminta pertanggungjawaban atas kerugian negara yang signifikan ini.

Praktik Penggelapan dan Penipuan PT PTB

Sebelum izin tarif dikeluarkan, PT PTB diduga telah mengelabui Kementerian Perhubungan dengan menyampaikan paparan dan dokumen palsu yang menyatakan kepemilikan *Floating Crane*. Unit tersebut baru dibeli dari Tiongkok setelah PT PTB mengumpulkan dana dari tarif pungli. Hanya sekitar 5 persen dari hasil pungutan tersebut yang disetorkan sebagai PNBP. Sisanya, sekitar 95 persen, diduga digunakan untuk memperkaya pribadi direksi, pemegang saham, dan untuk menyuap oknum penyelenggara negara.

APRI mendesak KPK untuk menjerat pelaku dengan pasal-pasal dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan menyita seluruh aset *Floating Crane* yang dibeli dari hasil kejahatan. Surat Menhub No. PR.202/1/18 PHB 2023 yang mendasari pungutan tarif tersebut, diterbitkan tanpa mematuhi Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2017 dan melanggar sedikitnya 10 tahapan prosedur administratif pemerintahan.

Terungkap juga bahwa PT Indo Investama Kapital tercatat sebagai pemegang saham mayoritas dengan nilai saham Seri A sebesar Rp18,46 miliar. Sejumlah direksi memiliki konflik kepentingan karena berafiliasi dengan perusahaan tersebut. Hal ini semakin memperkuat dugaan praktik korupsi yang terorganisir dan sistematis.

Aliran Dana dan Korupsi Terorganisir

Rudi Prianto juga menyoroti aliran dana hasil pungli yang diduga mengalir ke dalam struktur *holding* yang tertutup, memungkinkan praktik pengayaan diri dalam satu lingkaran keluarga melalui pola kepemilikan tersembunyi. Ini menunjukkan bentuk nyata korupsi yang terorganisir dan melibatkan banyak pihak.

APRI mendesak KPK, PPATK, dan BPKP untuk segera turun tangan, mengusut tuntas kasus ini, dan memproses secara hukum pihak-pihak yang terlibat. Tujuannya adalah untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar dan menciptakan tata kelola pelabuhan yang bersih dan transparan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pelabuhan sangat penting untuk mencegah praktik-praktik koruptif serupa di masa mendatang.

Rekomendasi dan Langkah Selanjutnya

Selain investigasi dan penindakan hukum, perlu adanya reformasi sistemik dalam pengelolaan tarif jasa kepelabuhan. Sistem yang transparan dan akuntabel akan meminimalisir potensi korupsi dan pungli. Peningkatan pengawasan dan audit berkala juga krusial untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan mencegah penyimpangan. Perlu pula edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya melaporkan dugaan korupsi dan pungli.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap sektor pertambangan dan kepelabuhanan. Kerugian negara yang besar akibat praktik ilegal ini menunjukkan perlunya komitmen bersama dari seluruh pihak untuk memberantas korupsi dan menciptakan lingkungan bisnis yang adil dan berkelanjutan. Langkah tegas dan terkoordinir dari lembaga penegak hukum sangat dibutuhkan untuk mengungkap seluruh jaringan dan pelaku korupsi serta memulihkan kerugian negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.