Foto : Doc Andris K. Malae S.Pd, M.Pd |
Pada tahun-tahun sebelumnya memasuki tanggal 17 Agustus, Euforia kemerdekaan akan berlangsung di seantaro bumi pertiwi Indonesia. Tua dan muda sama-sama merayakan kemerdekaan dengan berbagai macam kegiatan dan lomba-lomba, ada yang membca puisi, menyanyi, lari karung, Tarik tambang, panjat pinang dan lain sebagainya. Semuanya berlangsung tepat hari itu juga. Hari dimana bagi seluruh masyarakat Indonesia merupakan hari bersejarah, hari yang sangat menentukan arah bangsa Indonesia. hari itu juga ditandai dengan, tidak ada lagi orang Belanda, tidak ada lagi orang Jepang, tidak ada lagi kekangan-kekangan pada rakyat. Segala bentuk penindasan berahir di hari itu.
Namun demikian, dalam proses menuju pada hari kemerdekaan, tidak dilalui dengan mudah, berbagai macam tantangan, rintangan dalam menuju proses sakral tersebut. Para Founding Fathers kita selalu memikirkan dengan matang segala tindak tanduk yang ingin mereka lakukan. Akan tetapi tetap saja ketidaksamaan persepsi selalu saja muncul, saling curiga selalu tidak dapat dielakan di kalangan Tua dan Muda, semua menginginkan yang terbaik, untuk kita, dan untuk Indonesia. Maka, berkaca dari itu, tentulah kemerdekaan ini sangat krusial, berharga, dan bermartabat, sepatutnya di jaga, diisi dengan hal-hal positif, diisi dengan kata “kedamaian” walaupun kata damai itu menurut Rasid Yunus (Akademisi UNG), mudah diucapkan tapi susah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (fkmmgtlo.blogspot.com).
Menculik atau Mengamankan: Fakta Sejarah Seputar Kemerdekaan
Detik-detik proklmasi, ada beberapa peristiwa yang terjadi antara Bung Karno, Bung Hata dan para pemuda. Ricklefs (2005) dalam bukunya mengatakan “pada malam 15 Agustus para pemuda mengamankan Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak ke arah utara dari jalan raya Jakarta-Cirebon, dengan dalih perlindungan. Menurut para pemuda bahwa akan terjadi pemberontakan dari tantara Peta dan Heiho, sehingga dua tokoh besar ini harus dilindungi. Tetapi kenyataanya tidak terjadi pemberontakan, sehingga timbul kecurigaan hal ini adalah upaya untuk memaksa Bung Karno dan Bung Hatta agar proklmasi kemerdekaan segera diumumkan, dan tidak sesuai dengan rencana Jepang. Kedua tokoh ini selalu berpegang teguh dengan komitmen bahwa kemerdekaan akan di proklamasikan tepat pada tanggal 17, bulan Agustus, tahun 1945.
Ricklefs dalam bukunya tidak menulis kata “Penculikan” melainkan “Mengamankan”, tetapi pada dasarnya kebohongan para pemuda bahwa akan terjadinya sebuah pemberontakan itu yang secara nyata menggambarkan bahwa ada keinginan terselubung yang ingin dicapai oleh para pemuda tersebut. Beda dengan buku yang ditulis oleh Cindy Adams (2014), dengan lugas dalam salah satu sub-babnya Ia menulis kata “Diculik”, isinya yaitu wawancara Soekarno yang mengatakan bahwa pada malam 15 Agustus itu Ia didatangi oleh kelompok pemuda dengan pakain ala tentara Jepang dan menghunuskan pedang tepat dimukanya. Kelompk pemuda tersebut mendesak Soekarno agar kemerdekaan segera diumumkan. Buku lain yaitu Ahmad Mansur Suryanegara, juga mengatakan hal yang sama, yaitu kata “Penculikan” untuk mendeskripsikan perisitiwa pada malam 15 Agusutus 1945, diseret dari rumah di Jakarta ke rengasdengklok.
Dapat disimpulkan bahwa perisitiwa tersebut merupakan proses penculikan terhadap Bung Karno dan Bung Hata. Walaupun fakta-fakta sejarah telah diutarakan diatas, tetapi keinginan kelompok pemuda melakukan hal tersebut tentunya memiliki dasar yang kuat. “Darah muda darahnya ber api-api” penggalan lagu yang ditulis oleh H. Roma Irama, juga merupakan salah satu jawaban atas apa yang telah dilakukan oleh kelompk pemuda. Selain itu bisa jadi dengan jiwa mudanya yang begitu berkobar, pertama, timbul semangat untuk sesegera mungkin proklmasi diumumkan, kedua, memiliki kekahawatiran yang berlebihan akan ada penjajah-penjajah lain yang masuk jika kemerdekaan tidak segera diumumkan, ketiga, kahawatir jika aka nada yang memanfaatkan situasi pada saat itu, dimana pada saat itu telah terjadi kekosongan kekuasaan sejak tanggal 15 Agustus.
Fakta 17 Agusutus 1945
Menurut Bung Karno (Cindy Adams, 2014) “Yang paling penting dalam peperangan dan revolusi adalah waktu yang tepat, sejak dari Saigon, sudah merencakan kemerdekaan Proklamassi pada 17 Agustus 1945 karena diyakini angka 17 merupakan angka keramat. Al-Quran diturunkan pada 17 Ramadhan. Shalat seharinya terdiri 17 rakat, dan dipilihnya hari mulia, Jumat Legi. Bung Karno percaya bahwa Nabi Muhammad memerintahkan sholat sebanyak 17 rakaat karena kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia”. Pemiliha angka 17 sebagai hari kemerdekaan memiliki alasan yang jelas, tentunya Bung Karno tidak menyianyiakan momen berharga ini. Setelah itu fakta yang menarik selanjutnya adalah, menurut Kahin (2013) bahwa Proklamasi di bacakan oleh Soekarno dihadapan suatu kelompok kecil di depan rumahnya, dan mengibarkan bendera Merah Putih hasil jahitan Ibu Fatmawati. Segera setelah itu baru proklmasi diumumkan melalui radio Domei Indonesia dan jaringan telegraf.
Dalam teks proklamasi hasil tulisan tangan Bung Karno tidak asing lagi jika kita melihat angka yang tertera, yaitu 17-8-’05 mengenai tanggal 17 dan bulan 08 itu sudah pasti adalah Agustus yang jadi pertanyaan adalah angka 05, seharusnya tahun 45 atau 1945. Setelah ditelsuri dalam tulisan Osa Kurniawan Ilham (2013) 05 itu merupakan kalender Jepang Showa yang sudah berada berada pada tahun 2005. Bahkan rumusan teks proklamasi yang asli tersebut sempat dibuang secara sembarang ke tempat sampah, untunglah B.m Diah menyadari bahwa nantinya naskah teks proklamasi tersebut akan menjadi penting dalam sejarah, sehingga diamankan, nanti pada tahun 1992 rumusan teks proklamasi tersebut diserahkan kepada pemerintah.
Penulis :
Andris K. Malae
(Pengajar di Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Gorontalo)