Sebagai negara kepulauan yang terletak di garis equator, membentang dari Sabang hingga Merauke, Miangas sampai Pulau Rote, Indonesia memang dianugerahi keberagaman suku, ras, agama dan kebudayaan di tiap pulau dan wilayahnya. Sebut saja Pulau Sumatera dengan kebudayaan Aceh, Minang dan Melayu, dan lainnya. Berbeda dengan pulau Jawa dengan kebudayaan Sunda, Betawi dan Jawa. Pulau Kalimantan, Sulawesi, Sunda kecil, Maluku hingga Papua mempunyai kebudayaan yang berbeda lagi dengan lainnya. Perbedaan itulah yang membuat Indonesia semakin beragam.
Jauh sebelum Indonesia berdiri, istilah berbeda-beda tetap satu atau disebut Bhineka Tunggal Ika muncul dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang ditulis pada abad XIV pada era Kerajaan Majapahit. Isitilah ini kembali muncul pada diskusi terbatas antara Muhammad Yamin, I Gusti Bagus Sugriwa, dan Bung Karno di sela-sela sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Pada akhirnya setelah Indonesia merdeka, melalui Sultan Hamid ke-2, terciptalah sebuah lambang negara yaitu Garuda Pancasila yang mempunyai 5 sila utama di dalamnya, dengan semboyannya yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Makna inilah yang terus melekat dalam hidup berkebangsaan hingga kini. Bhineka Tunggal Ika inilah yang menyatukan Indonesia yang mempunyai beragam suku, agama, ras dan kebudayaan berbeda.
Cita-cita mulia para founding fathers Indonesia dahulu memang sangat mulia, bagaimana menyatukan Indonesia yang beragam, menjadi satu bahasa, satu bangsa dan satu tujuan besama menuju Indonesia yang maju dan sejahtera.
Membahas hal yang sama yaitu persatuan dalam perbedaan, bapak Wakapolda Metro Jaya iham Azis dalam acara silaturahmi bersama Wartawan dan Netizen menjelaskan akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Terlebih pada saat Bulan ramadhan seperti sekarang ini, menjadi momen dimana saling menguatkan antar umat beragama, saling menghormati dan menghargai perbedaan yang ada.
Beliau juga mengapresiasi peran Wartawan dan Netizen dalam menginformasikan berita baik, hal tersebut sangat membantu dalam mengurangi ujaran kebencian dan hoax yang tersebar di masyarakat. Terlebih pada za,am modern ini dimana Teknologi Digital semakin berkembang, Sosial Media berperan penting dalam pelaksanaan esensi di bulan Ramadhan.
Dalam acara yang berlangsung hari Rabu, 6 Juni 2018 ini, turut hadir pula 5 tokoh lintas Agama. Yaitu Muhammad Ali, Pendeta Datulon Sembiring, Biksu Syailendra Virya, Romo RD Aloysius Tri Harjono, Pedande/Gede Nyenengin.
Sungguh indah melihat para tokoh lintas agama bersatu, saling berjabat tangan dan berjanji untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia. Perbedaan yang membuat kita semakin bersatu. Perbedaan yang membuat kita menjadi paham akan artinya toleransi dan menjaga keutuhan suatu bangsa.
Bapak Wakapolda dalam sambutannya juga berharap dapat menjalin persaudaraan persaudaraan yang erat dengan para Wartawan dan Netizen, untuk terus mendukung kinerja Polri khususnya Polda Metro Jaya dalam mewujudkan situasi keamanan dan ketertiban di masyarakat saat ini.
Di akhir acara, bapak Wakapolda juga memberikan santunan anak yatim, juga mengajak para Wartawan dan Netizen untuk bisa berfoto bersama. Selanjutnya, Bapak Ustad Muhammad Ali memberikan Kultum (Kuliah Tujuh Menit) dalam ceramahnya yang singkat, beliau yang mengajak kami semua untuk memahami akan pentingnya berpuasa, menjaga hawa nafsu juga dapat menghargai perbedaan dan saling bertoleransi antar umat beragama. Dan acara berakhir ketika adzan maghrib berkumandang, diikuti dengan sholat maghrib berjamaah.
Bulan penuh rahmat nampaknya benar adanya. Sesaat setelah buka puasa, saya dikabari kalau memenangkan juara dua tweet terbaik. Jujur, ini pertama kalinya saya memenangkan lomba, terlebih hadiahnya memang lumayan. Dalam hal ini, saya berterima kasih kepada Kapolda, Wakapolda Metro Jaya, diharapkan dengan adanya acara seperti ini, dapat membawa efek yang positif bagi masyarakat nantinya juga bagi bangsa Indonesia kelak