SEJUMLAH MAHASISWA DARI BERBAGAI KAMPUS MENGGELAR DEMONSTRASI DI GEDUNG DPR, JAKARTA, KAMIS (19/9/2019). ANTARA FOTO/RENO ESNIR |
Kelompok mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Indonesia akan menggelar demonstrasi menolak diberlakukannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan UU KPK. Rencananya, ribuan mahasiswa dari beberapa kota besar di Indonesia akan menggelar aksi selama 23-24 September di Istana Negara dan Gedung MPR/DPR.
"Mahasiswa yang akan mengikuti demonstrasi datang dari Bandung, Bogor, Yogyakarta, Semarang, Solo dan Lampung," kata Presiden Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhamad Nurdiansyah, saat menggelar konferensi pers di Monumen 12 Mei Trisakti, Senin (23/9).
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Manik Marganamahendra, mengatakan demonstrasi akan digelar sejak pagi hingga sore hari. Pada pagi hari massa akan menggelar long march menuju Istana Negara. Kemudian pada sore hari, mereka akan menyampaikan pendapat di Gedung MPR/DPR.
Manik menilai setelah 21 tahun berjalannya reformasi, Indonesia tidak menghasilkan perubahan yang berarti. Beragam kebijakan yang disusun pemerintah dan DPR justru mengkorupsi agenda-agenda reformasi. "Dengan semangat reformasi, kami mahasiswa telah menyatukan sikap untuk turun ke jalan," ujar Manik.
Selain menolak RKUHP dan UU KPK, mahasiswa juga menuntut upaya pemberantasan KKN, merestorasi demokrasi, perlindungan HAM dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan. Selain itu, perlindungan Sumber Daya Alam (SDA), reforma agraria dan ketenagakerjaan juga tak luput menjadi tuntutan
Demonstrasi yang bertepatan dengan Hari Tani Nasional juga akan dihadiri oleh kaum tani dari beberapa daerah. Buruh tani akan menyampaikan isu reforma agraria dan revisi Undang-undang Pertanahan.
Sejak pekan lalu, mahasiswa di berbagai daerah menggelar unjuk rasa menolak pengesahan RKUHP dan UU KPK. RKUHP menjadi perbincangan masyarakat karena sejumlah pasal kontroversial. Pasal-pasal kontroversial tersebut di antaranya delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden (Pasal 218-220), delik penghinaan terhadap lembaga negara (Pasal 353-354), serta delik penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240-241).
Sementara itu UU KPK ditolak karena membuat KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif. Mereka juga menolak pembentukan Dewan Pengawas KPK dan menolak birokrasi pelaksanaan fungsi penyadapan.
Mahasiswa pun menolak mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara tindak pidana korupsi oleh KPK dan koordinasi kelembagaan KPK dengan penegak hukum sesuai dengan hukum acara pidana, kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi. Mahasiswa juga menolak mekanisme penggeledahan dan penyitaan serta status kepegawaian KPK yang disamakan dengan ASN.